Kerusakan Sumber Daya Alam



Kerusakan Sumber Daya Alam atau Natural Resources Degradation

Kerusakan Sumber Daya Alam atau Natural Resources Degradation

Bentuk-Bentuk Kerusakan Sumber Daya Alam Sebagai Berikut:
1. Pertanian dan Perikanan
kerusakanContoh: a. Terus menurunnya kondisi hutan Indonesia. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Indonesia merupakan negara dengan luas hutan terbesar dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Namun, bersama Filipina, Indonesia memiliki laju deforestasi tertinggi. Laju deforestasi yang pada periode 1985-1997 adalah 1,6 juta hektar per tahun meningkat menjadi 2,1 juta hektar per tahun pada periode 1997-2001. Salah satu akibatnya jumlah satwa Indonesia yang terancam punah tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya.
 b. Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Akibatnya, DAS berkondisi kritis meningkat dari yang semula 22 DAS pada tahun 1984 menjadi berturut-turut sebesar 39 dan 62 DAS pada tahun 1992 dan 1998. Pada saat ini diperkirakan sekitar 282 DAS dalam kondisi kritis. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.
c. Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
kerusakan2Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat, khususnya di wilayah padat kegiatan seperti pantai utara Pulau Jawa dan pantai timur Pulau Sumatera. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove serta terjadinya degradasi sebagian besar terumbu karang dan padang lamun telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat. Beberapa muara sungai di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa mengalami pendangkalan yang cepat, akibat tingginya laju sedimentasi yang disebabkan oleh kegiatan di lahan atas yang tidak dilakukan dengan benar, bahkan mengabaikan asas konservasi tanah. Di samping itu, tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan laut juga berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber utama pencemaran pesisir dan laut terutama berasal dari darat, yaitu kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian. Sumber pencemaran juga berasal dari berbagai kegiatan di laut, terutama dari kegiatan perhubungan laut dan kapal pengangkut minyak serta kegiatan pertambangan. Sementara praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak dan ilegal (illegal fishing) serta penambangan terumbu karang masih terjadi dimana-mana yang memperparah kondisi habitat ekosistem pesisir dan laut.
 2. Teknologi dan Industri
Perkembangan teknologi yang pesat akan mempercepat dalam mempermudah manusia dalam mengolah alam. Pemanfaatan teknologi yang tidak tepat dan tidak sesuai dapat mengubah lingkungan menjadi buruk. Contoh traktor dapat mempermudah dan mempercepat dalam membajak sawah. Namun, disisi lain traktor juga membawa dampak negatif. Traktor membawa buangan oli, bahan bakar, dan sebagainya yang dapat merusak lingkungan.
 3. Pencemaran
kerusakan3Pencemaran dapat menimbulkan gangguan ringan dan berat terhadap mutu lingkungan hidup manusia. Jenis-jenis pencemaran ada empan yaitu pencemaran udara, air, tanah, dan suara. Di Negara maju pembuangan rongsokan mobil dan barang yang tidak terpakai menjadi masalah. Misalnya, benda yang dibuang dan dibakar menyebabkan terjadinya pencemaran udara sehingga kadar CO2 di udara tinggi, sedangkan partikel-partikel halus dalam asap akan memberikan pengaruh buruk. Dewasa ini kadar CO2 di dunia mengalami kenaikan 20 %. Hal tersebut di duga menjadi penyebab kenaikan suhu dimuka bumi.
Kualitas udara, khususnya di kota-kota besar, semakin menurun. Kualitas udara di 10 kota besar Indonesia cukup mengkhawatirkan, dan di enam kota diantaranya, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru dalam satu tahun hanya dinikmati udara bersih selama 22 sampai 62 hari saja. Senyawa yang perlu mendapat perhatian serius adalah partikulat (PM10), karbon monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). Pencemaran udara utamanya disebabkan oleh gas buang kendaraan dan industri, kebakaran hutan, dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan. Hal ini juga diperburuk oleh kualitas atmosfer global yang menurun karena rusaknya lapisan ozon di stratosfer akibat akumulasi senyawa kimia seperti chlorofluorocarbons (CFCs), halon, carbon tetrachloride, methyl bromide yang biasa digunakan sebagai refrigerant mesin penyejuk udara, lemari es, spray, dan foam. Senyawa-senyawa tersebut merupakan bahan perusak ozon (BPO) atau ODS (ozone depleting substances). Indonesia terikat Montreal Protocol dan Kyoto Protocol yang telah diratifikasi untuk ikut serta mengurangi penggunaan BPO tersebut, namun demikian sulit dilaksanakan karena bahan penggantinya masih langka dan harganya relatif mahal.
Pencemaran air semakin meningkat. Penelitian di 20 sungai Jawa Barat pada tahun 2000 menunjukkan bahwa angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand)-nya melebihi ambang batas. Indikasi serupa terjadi pula di DAS Brantas, ditambah dengan tingginya kandungan amoniak. Limbah industri, pertanian, dan rumah tangga merupakan penyumbang terbesar dari pencemaran air tersebut. Kualitas air permukaan danau, situ, dan perairan umum lainnya juga menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Umumnya disebabkan karena tumbuhnya phitoplankton secara berlebihan (blooming) sehingga menyebabkan terjadinya timbunan senyawa phospat yang berlebihan. Matinya ikan di Danau Singkarak (1999), Danau Maninjau (2003) serta lenyapnya beberapa situ di Jabodetabek menunjukkan tingginya sedimentasi dan pencemaran air permukaan. Kondisi air tanah, khususnya di perkotaan, juga mengkhawatirkan karena terjadinya intrusi air laut dan banyak ditemukan bakteri Escherichia Coli dan logam berat yang melebihi ambang batas. Belum dilaksanakannya pengelolaan limbah secara terpadu dan sistematis. Meningkatnya pendapatan dan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan berdampak pada peningkatan pencemaran akibat limbah padat, cair, maupun gas secara signifikan. Untuk limbah padat, hal ini membebani sistem pengelolaan sampah, khususnya tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Sebagai gambaran, di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) umur operasi TPA rata-rata tinggal 3-5 tahun lagi, sementara potensi lahan sangat terbatas. Selain itu, sampah juga belum diolah dan dikelola secara sistematis, hanya ditimbun begitu saja, sehingga mencemari tanah maupun air, menimbulkan genangan leacheate, dan mengancam kesehatan masyarakat. Penurunan kualitas air di badan-badan air akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan industri juga memerlukan upaya pengelolaan limbah cair yang terpadu antar sektor terkait. Semakin tingginya intensitas kegiatan industri dan pergerakan penduduk menjadi pemicu memburuknya kualitas udara, terutama di perkotaan. Pengaturan mengenai sistem pengelolaan dan pengendalian gas buang (emisi), baik industri maupun transportasi diperlukan sebagai upaya peningkatan perbaikan kualitas udara. Selain itu, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang berasal dari rumah sakit, industri, pertambangan, dan permukiman juga belum dikelola secara serius. Walaupun Indonesia telah meratifikasi Basel Convention, saat ini hanya ada satu fasilitas pengolahan limbah B3 yang dikelola swasta di Cibinong. Tingginya biaya, rumitnya pengelolaan B3, serta rendahnya pemahaman masyarakat menjadi kendala tersendiri dalam upaya mengurangi dampak negatif limbah terutama limbah B3 terhadap lingkungan.
4. Pertambangan
kerusakan4Sifat usaha pertambangan, khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
 5. Ancaman Biodiversity
Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity). Sampai saat ini 90 jenis flora dan 176 fauna di Pulau Sumatera terancam punah. Populasi orang-utan di Kalimantan menyusut tajam, dari 315.000 ekor di tahun 1900 menjadi 20.000 ekor di tahun 2002. Hutan bakau di Jawa dan Kalimantan menyusut tajam, disertai rusaknya berbagai ekosistem. Gambaran tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kritis berdasarkan Red Data Book IUCN (International Union for the Conservation of Nature). Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli Indonesia belum berjalan baik. Kerusakan ekosistem dan perburuan liar, yang dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi keanekaragaman hayati di Indonesia.
6. Banjir
kerusakan5Banjir sering terjadi saat musim hujan ketika curah hujan tinggi, dan dapat merusak saluran irigasi, jembatan, jalan, rumah penduduk dan areal pertanian. Selain itu, hewan dan manusia pun menjadi korban. Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain Penggundulan hutan, Membuang sampah sembarangan, Tertutupnya tanah perkotaan dengan beton dan aspal dan Rusaknya tanggul sungai
 7. Gunung Meletus
Material yang dikeluarkan akibat gunung berapi akan merusak lingkungan. a. Lahar panas akan merusak segala sesuatu yang dilewati b. Lahar dingin dapat merusak areal pertanian dan permukiman penduduk serta bangunan-bangunan lain. c. Abu gunung api yang bertebaran di udara dapat mengganggu kesehatan dan lalu lintas
 8. Gempa Bumi
Getaran gempa atau gerak kulit bumi yang kuat akan menimbulkan kerusakan lingkungan antara lain: a. Rusaknya sarana dan prasarana kehidupan,antara lain: jalan raya, jembatan dan permukiman penduduk. b. Terputus atau rusaknya jaringan telekomunikasi dan jaringan listrik.
9. Angin Topan
Contoh angin topan adalah angin lesus (Indonesia), taifun (Jepang), mistral (Perancis), tornado (Amerika), hurricane (Florida), dan willys (Australia). Angin topan dapat menimbulkan kerusakan, antara lain: a. Merobohkan bangunan rumah dan gedung yang kurang kuat. b. Membahayakan penerbangan. c. Membahayakan pelayaran. d. Merusak areal hutan, perkebunan dan pertanian. e. Jika angin bersifat kering dan panas (fohn), dapat merusak tanaman.
10. Musim Kemarau
Musim kemarau yang panas dan panjang dapat merusak lingkungan hidup antara lain: a. Sumber air kering b. Sungai, danau dan air dalam tanah kering sehingga merugikan pertanian. c. Banyak tumbuh-tumbuhan mati sehingga dapat mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup. d. Daun dan batang pohon menjadi kering sehingga mudah menimbulkan kebakaran hutan.

1 komentar: